Kamis, 22 Desember 2011

Random story

Second Child

My mother said;you're strange girl in the family
And I’m falling...
Falling into the darkness...

Mereka kata aku tak bisa,mereka lihat aku tak sempurna,mereka dengar aku tak mampu,aku tahu itu,aku tahu.Tak bisa menjadi apa yang mereka mau,tak bisa menjadi apa yang mereka inginkan.Terlalu lemah,aku tak kuat,tak kuat menahan kerasnya kehidupan didunia ini

Tak ada yang menyebutku seorang pemenang meski aku pernah memenangkan sesuatu,aku hanya dianggap sebagai angin dalam hariku sendiri,betapa menyedihkan dan sakitnya

Mungkin namaku telah tersingkir dalam daftar pemenenang.Mereka tak tahu,mereka tak merasakan rasa sakit yang sejak dulu aku rasakan,dan rasa itu semakin mencekik remuk jantungku.Hidup segan mati pun tak mau seperti itulah hidupku selama ini.Menjalani dengan penuh rasa kebimbangan hati dan melangkah dengan kaki yang bergemetar karena takut akan arus dunia yang mengalir deras.

Hidup..

Hidup itu sesuatu yang sangat aneh menurutku,aku selalu bertanya mengapa aku harus hidup didunia ini.Sampai detik ini pun aku masih mencari untuk apa aku hidup disini,meskipun aku sudah mengetahuinya namun tetap saja aku mencarinya.

Kehidupan ini benar benar berwarna warni,susah,senang,sedih,bahagia kecewa itu berputar dalam keseharian kita dan itu merupakan bagian dari kehidupan yang harus saya lewati.

Hey,aku tak mengerti tentang kehidupan ini.Dapatkah mulut manis seorang memberitahu ku tentang semua ini?aku ingin tahu,benar benar ingin mengetahuinya..dengarkan aku.Mulut kecil ini sering kali membisu saat hati berucap,sulit tuk mengatakan kata dalam hati ini.

Ingin aku menjerit,menjerit dengan keras tuk membuang semua rasa sakit didada yang kian hari kian terluka.Aku sakit,tapi tak seorang pun peduli tentangku seakan aku tak ada diantara mereka.
Ingin aku berkata

“hey aku disini,lihat aku!”

Dan aku sudah tahu apa yang mereka pikir,aku bukan apa apa tuk mereka.Ya! mungkin itulah aku dimata orang lain yang belum ku kenal pun seakan ikut ambil memandangku.
Pandangan sinis,tatapan benci itu semua adalah makanan keseharian tuk hatiku,aku hanya bisa berkata

“sakit!itu menyakitkan!”

Aku hanya bisa berharap akan keajaiban yang mengubah hidupku menjadi lebih baik,itulah harapan kecil yang ku tulis dalam secarik kertas kecil yang polos,yang kemudian ku simpan ditempat terdalam dalam lubuk hati ini.

Tuhan,dengarlah aku disini.Berikan aku sebuah cahaya yang mampu terangiku dalam kegelapan ini,berikan aku rasa bahagia dalam hidupku meski hanya sedikit saja.Aku tahu tuhan mendengar semua harapku,aku tahu hanya tuhan yang mengatur segala yang ada dalam hidupku.

Maka aku ingin meminta yang terbaik untukku,untuk hidupku dan masa depanku kelak,berikan aku skenario kehidupan yang membuatku bahagia dengan kehidupan ini,aku ingin menjalaninya.

Aku hanya anak kedua yang terlahir dengan kedua orang tua yang tercipta untuk menjagaku hingga sampai saatnya nanti.Terlahir menjadi anak ke dua itu bukan ingin ku,ini takdir untukku. Skenario tuhan tlah dituliskan untukku,dan jalani dengan lapang dada hingga ujung usia ku nanti.

Hari demi hari ku lalui,langkah kaki yang tak pernah berhenti tuk melangkah dijalan yang panjang ini.Aku tak bisa berhenti,tak bisa!

Dimulai dari matahari yang muncul dari timur menerangi dunia yang gelap karena malam yang panjang.Semua orang terbangun dalam lelap tidur mereka,mengingat mimpi mimpi yang mereka impikan tuk diceritakan.

Aku terbangun dalam mimpiku yang seakan tak mau terbangunkan,namun jam didinding memaksaku tuk mulai menjalani apa yang telah terjadi dihari hari yang tlah lalu.

Kegiatan yang sama mulai ku lakukan kembali hari ini,sarapan pagi dengan masakan hasil buatan mama tercinta yang setia,aku menatap wajah mama yang kadang terukir rasa sendu diraut wajahnya.Ingin aku membuatnya selalu tersenyum diharinya

“enak,aku suka”

Aku melihat adik dan kakaku begitu lahap menyatap sarapan pagi itu,tidak tahu perjuangan mama saat memasak masakan yang terjatuh dalam kerongkongan mereka.

Pernah aku membantu saat mama memasak didapur dulu,saat itu mama mengiris iris sebuah cabai merah diatas kayu kecil.Tanpa sengaja pisau bermata tajam itu mengiris jari tangannya,darah segar pun mengalir.Tapi apa yang ku lihat diwajahnya,dia hanya meringis kecil menahan kesakitannya itu.

Dikeluarga aku pun yang paling pemalu,anak yang paling menjaga rahasianya rapat rapat,anak yang paling tak bisa menunjukan perasaannya.Memang benar itu apa adanya,aku terlalu takut tuk mengungkapkannya meskipun pada kedua orang tuaku.

Mama sering berkata sambil mengupa usap kepalaku yang ku sandarkan dibahunya

“nak ibu ini tempat kedua mu untuk mencurahkan perasaanmu,tolong hargai aku sebagai ibumu”

Dalam hati aku hanya berkata itu memang inginku tuk mencurahkan isi hati ini padanya,tapi aku tak bisa mama.Aku bukan tak menghargai mu sebagai seorang ibu,tapi karena aku takut kau bersedih mendengar kisah tentang hariku yang kelam

Tak mau aku menambah jumlah beban hidupmu yang tak terhitung itu,cukup!kau sudah cukup banyak memangku beban itu.Aku mau meringankan beban mu walau hanya sedikit saja.


Pernah aku mengatakan apa yang ingin aku rasakan,waktu itu aku merasakan sakit pada ulu hati,entah penyakit apa yang aku rasakan ini.


Mungkin ibu tahu tentang penyakit ini,jadi ku putuskan akan bertanya padanya saja.


Aku membuka tirai berwarna coklat tua yang menutupi pintu masuk kamar ibuku .Aku menghampiri ibu ku yang sedang menelpon ayahku,obrolan mereka tampak asik.


Aku duduk disamping ibuku di atas ranjang,awalnya dia tak menghiraukan keberadaanku.Sepertinya aku yang harus memulai percakapan ini.


"mah,ini aku sakit...kenapa ya mah?"tanya ku sambil menunjuk ke ulu hatiku yang sakit.Tapi tampaknya ibu tak menghiraukanku,dia hanya menjawab dengan singkat


 "mungkin masuk angin,ke dokter aja sana"


"tak mau..." sanggahku dengan nada sedang


"ooh ya sudah makan obat sana"


Tadinya kupikir ibu akan menjawab lebih dari itu.Tapi ibu hanya terus melanjutkan obrolannya dengan ayah di telepon,karena merasa di acuhkan aku pun keluar dari kamarnya dengan rasa sakit yang masih menusuk.

Aku memang anak ke dua,dan sepertinya aku memang diberi no 2 di sini.Tapi walaupun aku memiliki adik no3 dan no 4,aku rasa mereka tetap di nomor satukan seperti kakak pertamaku.

Perbedaan diantara kami berempat itu sangat terasa.Aku merasakan perbedaan itu sejak aku berumur 17 tahun.Entah apa yang sebenarnya berbeda tapi aku bisa merasakannya,atau mungkin hanya perasaanku saja.

Sudahlah jika memang harus begini,mau tak mau harus ku terima dengan sepenuh hati ini.Tidak memperlihatkan rasa sedihku dihadapan mereka bagiku itu cukup mudah,tetapi sangat menyiksa batin ku ini.

“Anak ke dua yang aneh dengan senyum palsunya”

Aku menjuluki diri ini dan aku menyukainya karena memang itulah karakterku.Ketika aku tersenyum tak seorang pun tahu bahwa senyum yang mereka lihat dibibirku itu  palsu.Senyum palsu yang menutupi kesedihan dalam hati ku itu sangat meyakinkan orang lain bahwa aku sedang bahagia.

“Ya aku bahagia..bahagia untuk menutupi rasa kesedihan yang mendalam”

Kadang aku tak bisa tersenyum,mulutku seakan mati tak mau melukiskan sebuah garis melengkung ke bawah dibibir ini.Disaat itu aku sedang merasakan kesedihan yang tak lagi bisa ku bendung,bahkan tetesan air mata dari pelupuk mata ini akan terlihat membasahi pipi.

Aku pun akan menangis jika aku mengingat hari hari dimasa lalu ku yang telah berlalu.Masa lalu yang membuatku menyesal hari ini,masa lalu yang membuatku bersedih hari ini dan mengingat masa lalu akan perlahan-lahan menghentikan detak jantungku.

“Aku tak mau mengingatknya,biarkan itu menjadi sebuah kenangan lalu dalam buku hidupku yang tak  ingin ku buka kembali. “

Tapi kadang aku ingin kembali ke masa lalu,tapi bukan tuk merasakan kesedihan ke dua kali dimasa itu.Aku ingin mengubahnya,mengubah segalanya menjadi lebih baik untuk masa depanku.Walau ku tahu itu mustahil.

Cukup tentang itu tak mau lagi ku bahas,terlalu menyakitkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar